Cuaca: Menelaah Suasana Hati
Pic. Nofisha Arianti |
Judul : Cuaca dalam Filosofi Kopi (Kumpulan Cerita & Prosa Satu Dekade)
Penulis : Dee (Dewi Lestari)
Penerbit : Truedee Books & GagasMedia
Jumlah
halaman : xi + 134 halaman ; 20,5 cm
Nomor
ISBN : 979-96257-3-4
Tahun
Cetakan : Cetakan 1, 2006
Cetakan 8, 2007
Cuaca
adalah salah satu prosa dalam kumpulan cerita Filosofi Kopi. Cerpen ini ditulis
pada tahun 1998. Sebelum membaca prosa ini, umumnya pembaca mengenal kata
mendung, cerah, berawan sebagai kategori kedalam cuaca. Saya sebagai pembaca
pun telah memiliki prediksi bahwa prosa tersebut dapat dikaitkan dengan suasana
hati. Prosa ini hanya terdiri dari dua halaman, tapi sangat padat makna
tersirat di dalamnya.
‘Bagaimana cuacamu?’
‘Aku biru’
‘Aku kelabu’ (halaman
85)
Biru,
termasuk ke dalam warna primer yang mengalirkan
semangat bagi yang melihat karena cerahnya yang sejuk di mata. Hal ini sesuai
dengan hukum alam, dimana langit akan berwarna biru memancarkan kehangatan bagi
makhluk di muka bumi. Sebaliknya, ketika ia sedih atau kesal, ia merubah warnanya
menjadi kelabu. Maka dari itu, warna kelabu identik dengan bermuram durja. Kita
biasanya menggunakan warna itu ketika sedang dilanda rindu, karena tak kunjung
bertemu si dia. Atau bisa juga ketika mendapat masalah, yang tak kunjung
menemukan solusinya.
‘Bagaimana cuacamu?’
‘Aku cerah, sama sekali tidak berawan.
Kamu?’
‘Bersih dan terang. Tak ada awan.’
(halaman 86)
Frase ‘sama sekali’ terdengar ingin
meyakinkan lawan bicara bahwa ia memang
baik-baik saja. Namun belum tentu apa yang terucap itu adalah gambaran
sesungguhnya yang ada di hati. Frase ‘bersih dan terang’ bisa saja memiliki
arti sebenarnya sebagai ‘kotor dan gelap’. Dengan kata lain, orang yang memilih
frase ini merupakan ironi.
“Cuaca demi
cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya
nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan
atau menghanguskan” (halaman 86). Pada bagian penghujung prosa,
sebagai pembaca saya merasa Dee mengingatkan pembacanya untuk jujur terhadap
cuaca yang mereka pilih. Dengan kata lain, saya menyimpulkan ada dua tipe
orang; si cerah dan si kelabu. Satu yang lebih memilih jujur walaupun
menyakitkan, satu lainnya lebih memilih bohong dengan kehangatan yang semu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar