Dua Puluh Lebih Dua

Rabu, 29 November 2017, Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) berusia 46 tahun. Bertepatan dengan itu, aku genap berumur 22 tahun. Well, meskipun umurku beda jauh dengan Korpri, tapi tetap aja gak bisa dibilang muda lagi. Selama itu pula Allah selalu memberikan rezki, yang kadang aku gak sadar dan akhirnya ku berkata “coba kalo gini ya”, “coba kalo gitu ya”, dan coba-coba yang lainnya. Hingga akhirnya satu demi persatu kumulai coba paham dan nerima segalanya, eakkks.

Tahun kapan Mamah pernah cerita gimana proses kelahiran anak keempatnya, yaitu aku. Rabu, 29 November 1995 pukul 7.00 WIB aku tau dunia. Waktu itu bapak masih sebagai pegawai di dinas pendidikan, jadi harusnya beliau ikut serta dalam peringatan hari Korpri. Tapi jadilah mendampingi Mamah di salah satu rumah bidan di Leuwimunding, Majalengka. Kini baru kusadari, setiap tahun ternyata tanggal 29 November selalu diperingati oleh para PNS. Satu nilai lebih, karena gak semua orang bisa bertepatan lahir dengan hari nasional. Mungkin itu juga yang mengantarkanku kuliah di jurusan keguruan. Walaupun awalnya hanya sebuah pelarian belaka.

Lima tahun lalu, setelah kutahu tidak berhasil masuk ke kampus dan jurusan yang kutuju, kuputuskan kuliah di salah satu universitas negri di kota udang. Dari SMP aku suka bahasa Inggris, tapi suka belum tentu bisa. Lalu kaka perempuanku sering kasih buku bacaan, dominan novel dan kumpulan cerpen. Entah kenapa aku jadi pengen masuk ke sastra Inggris, yang mana akhirnya tidak dikabul untuk program sarjana. Finally, buntut namaku diikuti dengan S.Pd.

Selama SMA ada orang-orang yang sejenis aku. Maksudnya doyan baca fiksi. Tapi ada juga orang-orang yang memandang fiksi dengan sebelah mata. Jadi menurut mereka, ilmu pasti adalah takaran pas yang gak bisa ditawar. Mungkin karena alasan ini pula, program kelas Bahasa di angkatanku dihapus karena kurangnya peminat. Kalau gak salah hanya sekitar kurang dari sepuluh orang, aku di dalamnya. Jadilah aku masuk IPA. Aku ingat satu momen, lagi musimnya ujian. Entah mid semester atau ulangan harian biasa. Rata-rata temanku baca buku catatan atau pelajaran, atau jajan-jajan, atau ngobrol ngalor-ngidul sembari menunggu bel masuk. Tapi aku malah baca novel. Lalu satu temenku bilang, “Heran ya, mau ulangan malah baca novel”. Disitu aku merasa jadi abnormal. Temanku yang satu itu adalah salah satu pengikut ilmu pasti. Aku tau dia hanya bercanda, tapi gak tau kenapa aku yakin suatu saat dari sekedar baca novel bisa bermanfaat.

Ketika masuk kuliah, akhirnya pertanyaan-pertanyaan selama SMA terurai satu demi satu. Aku bersyukur bisa kenal teori-teori sastra meskipun di jurusan keguruan. Dan gak hanya teori, menganalisis langsung karya sastra juga lumayan mendominasi. Segala mata kuliah dilahap, dan aku sampai pada kesimpulan bahwa memang membaca fiksi ada manfaatnya, bisa jadi lebih keren malah daripada ilmu pasti. Aku juga sangat bersyukur bisa gabung di salah satu lembaga pers, dan bertemu orang-orang hebat. Imajinasiku semakin luas, dan akhirnya aku tidak hanya sebagai konsumen tapi juga produsen. Meskipun masih amatir dan sering malas produksi, semoga terus menulis.

Memang tulisan ini random sekali. Menclak-menclok teu puguh rupa. Tapi intinya ini adalah sekilas perjalanan 22 tahunku. Terimakasih keluarga, sahabat, kawan dan mas-mas yang ada di Purwokerto, telah mendampingiku sejauh ini. Do'a terbaik untuk kalian. Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.